Zakat | Mengenal Zakat Syareat dan Zakat Hakikat

Al Alamul Iman : Zakat | Mengenal Zakat Syareat dan Zakat Hakikat

Illustrasi Penerima Zakat
Assalamu'alaikum wr, wb.
Puji Syukur terhadap Alloh Robbul'amin yang telah mensucikan-Nya dan memberikan kesucian bagi makhluknya yang Ia kehendaki, semoga kita mendapat taufiq dan hidayah agar kita selalu bertaqwa kepada Allah SWT serta kita mendapat Rahmat dan syafaat Rosululloh saw.
Mari kita tingkatkan amal ibadah kita kedalam ibadah yang jauh lebih sempurna yaitu melaksanaka Zakat Syareat dan Zakat Hakikat, semoga Allah mengampuni segala kesalahan kita masa lalu, kini dan akan datang  sehingga kita bisa bertemu Robb kita..aamiin.

Zakat syariat adalah zakat yang diberikan seseorang dari hasil usaha duniawinya bagi asnaf yang telah ditentukan, pada waktu yang tertentu, setiap tahun dan dengan nisab yang telah ditentu­kan pula.

Sedangkan zakat tarekat ialah zakat yang diberikan seseorang di jalan Allah dari usaha ukhrawi kepada orang-orang yang fakir dalam masalah agama dan miskin dari nilai-nilai ukhrawi.


Dalam AI-Qur' an zakat syariat disebut juga dengan sadaqah. Allah SWT berfirman,
"Sesungguhnya sadaqah itu bagi orang-orang yang fakir." 
(QS. At-Taubah [9]: 60)

Ia disebut sadaqah karena pahalanya (penerimaan Allah) lebih dahulu sampai kepada Allah SWT daripada kepada orang fakir dan yang dimaksudkan. Sedangkan, zakat tarekat ini sifatnya abadi (tidak terbatas waktu dan jumlah). Zakat tarekat diberikan kepada. ahli maksiat dari hasil amalan ukhrawi (sang muzakki) untuk mendapat ridha dari Allah SWT. Lalu, Allah SWT mengampuni para ahli maksiat itu. Amalan ukhrawi yang dimaksud adalah sedekah, shalat, puasa, zakat, haji, bacaan tasbih, tahlil, bacaan Al-Qur'an,
kepedulian sosial dan amalan-amalan baik lainnya. Dengan begitu, tak ada pahala bagi orang yang berzakat tarekat (karena sudah diberikan kepada orang "fakir"), maka jadilah dia orang yang pailit (bangkrut dalam arti kata ia tidak memiliki lagi pahala ibadah bagi dirinya). Dan, Allah SWT mencintai hamba-Nya yang pailit akibat kepeduliannya.


Sebagaimana sabda Rasulullah SAW;
"Orang yang pailit (muflis) akan berada pada kesentosaan dari Allah di dunia dan di akhirat."

Sebab, hamba dengan segala hal yang dimilikinya adalah milik Tuannya. Dimana, kelak pada Hari Kiamat apa yang diberikan hamba, dibalas oleh (Tuannya) Allah SWT sepuluh kali lipat dari setiap kebaikannya. sebagaimana firman Allah SWT,
"Barangsiapa yang melakukan amal kebajikan, maka ia mendapat pahala ganjaran sepuluh kali lipat." 
(QS. AI-An'am (6]: 160)

sayyidina Rabi'ah AI-Adawiyah berucap dalam doanya, "Ya Allah, semua harta duniawi yang menjadi jatahku, berikanlah pada orang kafir, dan semua pahala akhirat yang menjadijatahku, berikanlah kepada orang mukmin. Karena yang kuinginkan di dunia ini hanyalah mengingat-Mu dan yang kuinginkan di akhirat hanyalah bertemu dengan-Mu."


Termasuk pula makna zakat tarekat adalah membersihkan kalbu dari sifat-sifat yang mendorong hawa nafsu. Sebagaimana firman Allah SWT,
"Barangsiapa yang menunjukkan amal kebaikan kepada Allah, maka Allah akan melipat gandakan  anjarannya dengan lipatan  yang banyak." 
(QS. Al-Baqarah [2]: 245) .
Allah SWT juga berfirman: 
"Sungguh bahagia orang-orang yang membersihkan jiwanya."
(QS. Asy~Syams (91]: 9)


Maksud al-qardh (meminjamkan) di sini ialah memberikan segala kebaikan di jalan Allah dengan niat berbuat baik pada orang lain, ikhlas karena Allah semata, didasari rasa kasih sayang dan tidak diikuti dengan harapan terhadap imbalan. 
Allah SWT berfirman;
"Janganlah. kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima." 
(QS. Al-Baqarah [2]: 264)

Inilah yang disebut dengan infaq fi sabilillah. Sebagaimana Allah SWT berfirman,
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai."
(QS. Ali Imran [3]: 92)
Bagi yang Mau Mengikuti Program (metode) Asnaf Shodaqoh klik disini
Wallohu'alam
Wassalamu'alaikum wr, wb.
Sumber : Ustadz Aang | Kitab Sirrur Ashror ( Tuan Syekh Abdul Qodir Zailani ra)