Al Alamul Iman : Shalat | Mengenal Shalat Syareat dan Shalat Hakikat
Assalamu'alaikum wr, wb.
Puji Syukur terhadap Alloh Robbul'amin yang telah mensucikan-Nya dan memberikan kesucian bagi makhluknya yang Ia kehendaki, semoga kita mendapat taufiq dan hidayah agar kita selalu bertaqwa kepada Allah SWT serta kita mendapat Rahmat dan syafaat Rosululloh saw.
Mari kita tingkatkan amal ibadah kita kedalam ibadah yang jauh lebih sempurna iaitu melaksanaka Shalat Syareat dan Shalat Hakikat, semoga Allah mengampuni segala kesalahan kita masa lalu, kini dan akan datang sehingga kita bisa bertemu Robb kita..aamiin.
Mari kita tingkatkan amal ibadah kita kedalam ibadah yang jauh lebih sempurna iaitu melaksanaka Shalat Syareat dan Shalat Hakikat, semoga Allah mengampuni segala kesalahan kita masa lalu, kini dan akan datang sehingga kita bisa bertemu Robb kita..aamiin.
Maksud shalat syariat, yang disebutkan dalam Al-Quran ini,
"Hendaklah kamu menjaga shalat-shalatmu dan shalat wustha (yang di tengah)."
(QS. Al-Baqarah [2]: 238)
Ialah shalat yang rukun-rukunnya berkaitan dengan gerakan anggota badan yang lahir, seperti berdiri, membaca ayat atau surah, rukuk, sujud, duduk, dan mengeluarkan suara dan bacaanbacaan. Makanya Allah SWT menggabungkannya dengan lafadz jamak "shalawat" (beberapa shalat) sebagai isyarat akan shalat syariat yang 5 waktu. Allah SWT berfirman,
"Hendaklah kamu menjaga shalat-shalatmu.”
Adapun shalat tarekat adalah shalatnya kalbu dan itu dilakukan tanpa batas waktu atau selama-lamanya. Sebagaimana diisyaratkan pada ayat di atas dalam kalimat, "Shalat Wustha."
Maksud dari shalat al-wustha yaitu shalat kalbu karena hati berada di tengah (al-wasth) badan; antara kanan dan kiri; antara atas dan bawah; juga yang me jelaskan rasa antara bahagia dan menderita
Sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW,
“Sesungguhnya kalbu manusia ada di antara dua jari-jari Allah. Allah membolak-balikkannya sesuai dengan kehendak-Nya."
(HR. Muslim)
Maksud dari dua jari Allah SWT ialah dua sifat Allah, yaitu sifat
Maha Memaksa (AI-Qahhar) dan sifat Maha Lembut (AI-Lathif). Dari ayat dan hadis di atas diketahui bahwa shalat yang pokok adalah shalat hati. Bila shalat kalbu dilupakan, maka rusaklah shalat kalbu dan shalatjawarih-nya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Tidaklah sah shalat seseorang kecuali disertai dengan hadirnya hati."
Hal itu karena, orang yang shalat sedang bermunajat (berdialog) dengan Tuhannya. Sedangkan, alat untuk munajat adalah hati. Bila kalbu lupa maka "batallah" shalat kalbu sekaligus shalat badannya karena kalbu merupakan inti, dan anggota badan yang lain mengikutinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Sesungguhnya di dalam jasad manusia ada segumpal daging. Bila ia baik, sekujur badan akan ikut baik dan bila ia buruk, sekujur badan pun menjadi buruk. Itulah hati."
(HR. Al-Bukhari)
Shalat syariat mempunyai waktu tertentu, dalam satu hari satu malam wajib dikerjakan lima kali. Dan, shalat syariat ini sunahnya dilakukan di masjid secara berjamaah, menghadap Ka'bah dan mengikuti gerakan imam, tanpa riya' dan sum'ah.
Sedangkan shalat tarekat dilakukan seumur hidup tanpa batas waktu. Masjidnya adalah kalbu. Cara berjamaahnya ialah dengan memadu kesucian batin untuk menyibukkan diri dengan asma asma tauhid melalui lisan batin. Imamnya adalah rasa rindu di dalam kalbu untuk sampai kepada Allah SWT. Kiblatnya ialah Al Hadhrah AI-Ahadiyah (fase tertinggi dari maqam ruh) yakni hadirat Allah yang Maha Tunggal dan Keindahan Allah SWT. Itulah kiblat yang hakiki. Selamanya, kalbu dan ruh tidak boleh lepas dari shalat ini.
Dalam menjalankan shalat tarekat ini, kalbu tidak boleh tidur dan tidak boleh mati. Ia selalu punya kegiatan, baik saat tidur maupun terjaga. Shalat tarekat dilakukan dengan hidupnya kalbu tanpa suara, tanpa berdiri dan tanpa duduk. Orang yang menjalankan shalat tarekat, akan selalu berhadapan dengan Allah SWT dan senantiasa siaga dengan ucapan,
"Kepada-Mu kami beribadah dan kepada-Mu kami memohon pertolongan,"
dan mengikuti Nabi Muhammad SAW karena begitulah keadaan Nabi.
AI-Qadhi di dalam menafsirkan ayat di atas berkata, "Ayat ini merupakan isyarat tentang kalbu seorang ahli makrifat kepada Allah, yang telah berpindah dari keadaan gaib kepada Al-Hadrah Ahadiyah (fase tertinggi dari maqam ruh). Ini, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,
"Para Nabi dan para wali selalu shalat di alam kubumya, seperti halnya mereka shalat di rumahnya."
Artinya, mereka selalu sibuk bermunajat pada Allah SWT
karena hatinya yang hidup.
Bila dua shalat syariat dan shalat tarekat ini telah berpadu secara lahir dan batin, maka sempurnalah shalat itu dan pahalanya pun sangat besar. pahalanya berupa AI-Qurbah (dekat dengan Allah) yang diraih oleh shalat ruhaniahnya dan pahala 'derajat (surga) yang diraih oleh shalat badannya. Maka orang yang melakukan shalat seperti ini berarti ia lahiriahnya ahli ibadah, dan batinnya 'arif billah (makrifat kepada Allah). Dan, bila shalat tarekatnya tak mampu menghidupkan kalbu, maka nilainya berkurang dan pahalanya pun hanya derajat (surga), tidak mendapat pahala AlQurbah.
Wallohu'alam
Wassalamu'alaikum wr, wb.
Baca Juga
Sumber : Ustadz Aang | Kitab Sirrur Ashror ( Tuan Syekh Abdul Qodir Zailani ra)