Al Alamul Iman :Menjelaskan tentang Kembalinya Manusia ke Negeri Asal : Bagian 1


Al Alamul Iman : Menjelaskan tentang Kembalinya Manusia ke Negeri Asal :

Bagian 1


Manusia ada dua yakni manusia jismani dan manusia ruhani. Manusia jismani adalah manusia seperti umumnya, sedangkan manusia ruhani adalah manusia khusus. Dia adalah mahramnya Negeri Asal dan disebut dengan Alam AI-Qurbah. Kembalinya manusia jismani ke Negeri Asal itu berarti kembalinya dia kepada derajat (surga). Dan, itu disebabkan oleh pengamalannya pada ilmu syariat, tarekat dan makrifat. Sebagaimana sabda Nabi SAW, 

"Hikmah yang luas adalah mengenal Allah yang diamalkan tanpa riya' dan sum'ah." 

       Derajat atau surga ada tiga tingkatan (sesuai jumlah amalan manusia jismani tadi yakni syariat, tarekat dan makrifat), pertama, surga di Alam Mulki yaitu jannatul Ma'wa. Kedua, surga di Alam Malakut yaitu jannatun Nai'm. Ketiga, surga di Alam Jabarut yaitu jannatul Firdaus. Semua ini adalah kenikmatan bagi manusia jismani. Sedangkan, manusia jismani sendiri tidak akan sampai pada tiga alam tersebut (Alam Mulki, Alam Malakut dan Alam Jabarut) kecuali dengan tiga ilmu, yaitu ilmu syariat, ilmu tarekat dan ilmu makrifat. Nabi SAW bersabda, 

"Hikmah yang luas adalah mengenal Allah dan mengamalkannya adalah makrifat batin." 

        Oleh karena itu, Rasulullah SAW berdoa, "Ya Allah, tunjukilah kami bahwa yang benar adalah benar dan berilah kami kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang batil itu  adalah batil dan berikanlah kami kemampuan untuk menjauhinya." (doa ini dikutip Ibnu Katsir)

Dan, Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang mengenal nafsunya dan melawannya, berarti dia mengenal Tuhannya dan mengikuti jalan­Nya." (diungkapkan As-Suyuthi dalam kitab AI-Hawi)

Sedangkan, kembalinya manusia khusus ke Negeri Asal itu berarti kembali ke Alam AI-Qurbah, yakni dengan mengamalkan ilmu hakikat. Ilmu hakikat yang dimaksud adalah tauhid yang diajarkan di Alam Qurbah atau Alam Lahut. Pencapaian manusia khusus pada alam ini, terjadi di saat ia hidup di dunia, karena kebiasaan dia (dalam ibadah), baik dalam keadaan tidur maupun terjaga. Justru, pada saat tidur itulah, kalbu manusia khusus mendapat kesempatan sehingga ruhnya dapat kembali ke Negeri Asal secara keseluruhan atau sebagian saja. Sebagaimana Firman Allah

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlahjiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan." (QS. Az-Zumar [39]: 42)

Oleh karena itu, Nabi SAW bersabda,

"Tidurnya orang Alim 'ebih besar pahalanya dari ibadahnya orang bodoh." (HR. Ath- Thabarasi di Makarim Al-Akhlaq)

Kembalinya manusia khusus ke Negeri Asal itu adalah setelah kalbunya hidup oleh karena pancaran cahaya tauhid dan me­mulazamah-kan asma-asma tauhid dengan lisan sirri tanpa huruf dan suara. Allah SWT berfirman dalam Hadis Qudsi,

"Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasia manusia." 


Allah berfirman dalam Hadis Qudsi,

"Ilmu ba!in adalah rahasia-Ku yang paling rahasia. Aku wujudkan di dalam kalbu hamba-Ku dan tidak ada yang bisa memberikan pemahaman tentangnya kecuali Aku." (Dikuatkan oleh riwayat Ad-Dailami)

Allah SWT juga berfirman, "Aku ini sesuai dengan sangkaan

(keyakinan) hamba-Ku. Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Bila dia mengingat-Ku pada kalbunya, Aku pun mengingatnya pada Dzat-Ku. Dan bila dia mengingat-Ku pada suatu kumpulan, maka Aku pun akan mengingatnya di dalam kumpulan yang lebih baik darinya."

Berdasarkan hadis ini maka maksud dari keberadaan manusia adalah agar ia mampu kembali ke Negeri Asalnya dengan tafakur.




Nabi SAW bersabda,

"Tafakur sesaat lebih besar pahalanya daripada ibadah setahun."

Nabi SAW juga bersabda, "Tafakur sesaat lebih besar pahala.nya daripada ibadah 70 tahun."

      Beliau juga bersabda, "Tafakur sesaat lebih besar pahalanya dari­ pada ibadah seribu tahun."
           Dari hadis-hadis itu dapat diambil 3 pemahaman bahwa manusia yang berpikir dalam tafsilan-tafsilan cabang, meski hanya satu jam maka nilai tafakurnya lebih besar daripada praktik ibadah selama setahun. Sedangkan, berpikir tentang aturan-aturan ibadah wajib (pokok), maka nilai tafakurnya lebih besar daripada ibadah 70 tahun. Dan berpikir tentang makrifat kepada Allah, nilai tafakurnya lebih besar daripada beribadah 1000 tahun. Syekh AI­Anshari bersyair,


                             Berzikirlah dan raih sebuah penghayatan (pemikiran) 

                                          Ratusan ribu penolong datang dari sebuah rasa syukur

Bersambung ke Bagian 2