MEJELASKAN TENTANG SYARAT-SYARAT DZIKIR

AL ALAMUL IMAN | MEJELASKAN TENTANG SYARAT-SYARAT DZIKIR






Syarat dzikir adalah harus dalam keadaan wudhu yang sempurna; lalu dengan arah yang tepat dan suara yang kuat, hingga menghasilkan cahaya dzikir di dalam batin. Dengan cahaya-cahaya itu, kemudian hatinya akan menjadi hidup yakni kehidupan ukrawi yang abadi. Allah SWT berfirman,

"Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya, kecuali mati yang pertama." (QS. Ad-Dukhan [44]: 56) 

Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang beriman dengan iman yang sempurna tidak akan mati, tetapi mereka hanya berpindah saja dari negeri fana, ke negeri kekal yaitu akhirat."



Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

"Para nabi dan wali menjalankan shalat di kuburan mereka sebagaimana mereka shalat di rumah mereka." (HR. Abu Ya'la) 

Artinya, setelah meninggal pun mereka tetap bermunajat kepada Allah SWT. Adapun maksud shalat di dalam kuburnya ini bukan shalat secara lahiriah dengan berdiri, rukuk dan sujud, tetapi maksudnya adalah munajat. Munajat ini dari pihak hamba sedangkan hadiahnya adalah makrifat dari sisi Allah SWT. Oleh karena itu, orang yang ahli makrifat menjadi mahramnya Allah SWT karena munajat kalbunya yang telah hidup. Maka dari itu orang yang hatinya hidup tidak bisa disebut mati. Sebagaimana sabda Nabi SAW

"Orang yang shalat pada hakikatnya sedang bermunajat kepada Tuhannva." (HR. Malik)


Sebagaimana hatinya yang tidak pernah tidur maka hatinya pun tidak mati. Nabi SAW bersabda,

"Kedua mataku tidur tapi hatiku tidak tidur." (HR. Al-Bukhari) 

Beliau juga bersabda, "Orang yang mati dalam keadaan mencari llmu, maka di dalam kuburnya Allah SWT akan ll!engutus dua malak yang mendidiknya dengan ilmu makrifat (sampai Hari Kiamat); dan dia akan bangun dari kuburnya menjadi seorang yang alim dan arif."

Adapun yang dimaksud dengan dua malak tadi ialah ruhaniah Nabi SAW dan ruhaniah wali rahimal1umullahu ta'ala karena malaikat tidak akan mampu masuk ke alam makrifat dan tidak akan mengetahuinya.




Nabi SAW bersabda,

''Betapa banyak orang yang mati dalam keadaan bodoh, tetapi bangun dari kubumya menjadi seorang yang alim dan arif Sebaliknya, betapa banyak orang yang mati dalam keadaan alim, tetapi pada Hari Kiamat bangun dalam keadaan bodoh dan muflis (bangkrut)." 

Allah SWT berfirman,

"Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu dan kamu telah bersenang-senang dengannya, maka pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang menghinakan." (QS. AI-Ahqaf[46]: 20)
Nabi SAW bersabda,

"Sesungguhnya, diterima tidaknya amal manusia itu tergantung pada niatnya." (HR. Al-Bukhari) 

Beliau juga bersabda,

"Niat orang mukmin itq 'ebih baik dari amalnya dan niat orang fasik itu lebih buruk dari amalnya." (HR. AI-Baihaqi) 

Hal itu karena, niat merupakan pondasi amal. Nabi SAW ber­sabda,

"Kebenaran yang dibangun atas kebenaran adalah benar. Kerusakan yang dibangun atas kerusakan adalah ruslIk. " 

Allah SWT berfirman,

"Siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya. Dan, siapa menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat." (QS. Asy-Syura [42]: 20) 


Oleh karena itu, yang wajib dicari oleh semua manusia di dunia ini adalah upaya menghidupkan kalbu sebelum mati yakni dengan mengambil talqin dari ahlinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

"Siapa yang mencari dunia dengan amalan akhirat maka dia di akhirat tidak mendapat bagian apa-apa. " 

Dunia ini adalah ladang akhirat. Orang yang tidak mau ber­cocok tanam, dia tidak akan menuai apapun. Adapun yang di­maksud dengan ladang tempat bercocok tanam (al-mazra'ah) itu adalah hamparan wujud anfusi yang afaqi (yakni hamparan ruhaniah).


MENJELASKAN TENTANG DZIKIR

AL ALAMUL IMAN | MENJELASKAN TENTANG DZIKIR





Allah SWT telah memberi petunjuk kepada orang-orang yang gemar berdzikir. Sebagaimana firman-Nya,

"Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana Allah telah memberikan peturyuk kepadamu." (QS. Al-Baqarah [2]: 194) 

Maksud dari ayat di atas adalah, "Allah SWT memberi petunjuk pada martabat dzikirmu." Nabi SAW bersabda,

"Kalimat yang terunggul yang aku ucapkan dan diucapkan pula para nabi sebelumku adalah La Ilaha Illallah." 

Setiap maqam dzikir memiliki martabat masing-masing, baik yang jahar maupun yang khafi. Pertama-tama, orang yang maqam dzikirnya dzikir lisan, Allah SWT akan menunjukkan mereka pada dzikir lisan. Orang yang maqam dzikirnya dzikir hati, Allah SWT akan menunjukkan mereka pada dzikir hati. Orang yang maqam dzikirnya dzikir ruh, Allah SWT akan menunjukkan mereka pada dzikir ruh. Begitu pula kepada orang yang maqam dzikirnya dzikir khafi dan akhfal khafi (dzikir maha samar).


Adapun dzikir lisan berfungsi sebagai pengingat hati, terhadap dzikir yang dilupakannya. Sedangkan, dzikir nafsi ialah dzikir yang tidak bisa didengar huruf dan suaranya. Ia hanya bisa didengar dengan indra dan gerakan dalam batin. Dzikir kalbu adalah untuk menggali jalaliah dan jamaliah yang terkandung di dalam hati. Dzikir ruh adalah untuk menyaksikan cahaya Tajalli Sifat. Dzikir

sirri ialah untuk membuka rahasia Ilahiah. Adapun dzikir khafi ialah untuk fokus pada cahaya keindahan Dzat Yang Maha Tunggal di maq'adi sidqin 'inda malikin muqtadir.


Adapun dzikir akhfal khafi ialah untuk melihat hakikat Haqqul Yaqin yang tidak ada satu pun dapat mengetahuinya, kecuali Allah SWT. Allah SWT berfirman,

"Allah mengetahui sirri (rahasia) dan akhfa (yang lebih samar)." (Q5. rhaha [20]: 7) 

Inilah alam yang tertinggi dan tujuan yang paling akhir.
 

Perlu diketahui bahwa di sana ada juga ruh yang lebih halus daripada ruh-ruh lainnya, yaitu Thiflul Ma'ani. Ia adalah lathifah yang selalu mengajak kembali kepada Allah SWT. Sebagian sufi besar mengatakan bahwa ruh yang ini tidak dimiliki oleh 1 sembarang orang. Hanya orang-orang khawwc1sh yang memilikinya. Berdasarkan firman Allah SWT,

"Allah menetapkan ruh atas perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya." (QS. Ghafir [40]: 15)


Ruh yang ini (Thiflul Ma'ani) selalu ada di Alam Al-Qudrah dan menyaksikan Dzat di Alam Hakikat hingga tidak berpaling pada selain Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,

"Dunia haram bagi ahli akhirat. Akhirat haram bagi ahli dunia. Dunia dan akhirat haram bagi Ahlul/ah. "

Ruh inilah Thiflul Ma' ani. Adapun yang dimaksud haram padaayat di atas adalah menjadi penghalang untuk selalu mengingat Allah.



Jalan untuk wushul (sampai kepada Allah SWT) ialah dengan selalu menjaga badan tetap berada di jalan yang benar dengan melakukan semua hukum syariat, baik siang maupun malam.Dan mendisiplinkan diri dengan berdzikir-dengan lirih maupun jahar-hukumnya wajib dan harus dilakukan oleh semua manusia yang ingin dekat pada Allah SWT. Allah SWT berfirman,

"Ingatlah Allah dalam keadaan berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi." (Q5. Ali 'Imran [3J: 191)




MENJELASKAN TENTANG ILMU TASAWUF

AL ALAMUL IMAN | MENJELASKAN TENTANG ILMU TASAWUF



Mereka itu disebut sebagai Ahli Tasawuf karena telah membersihkan batinnya dengan cahaya makrifat dan tauhid. Atau, karena mereka dinisbahkan kepada Sahabat dari kalangan Ash-habus-Suffah; atau karena mereka memakai pakaian dari bulu-bulu yang kasar. Bagi ahli tasawuf tingkat dasar akan mengenakan pakaian dari bahan bulu domba; tingkat menengah mengenakan bahan dari bulu kambing; dan bagi tingkat terakhir mengenakan bulu (al-mar'az) yang paling halus. Begitu pun batin mereka, memiliki tingkatan sesuai martabat ahwal-nya. Begitu pula dalam makanan, tempat makan dan tempat minumnya, juga berbeda.

Pengarang kitab, "Tafsir AI-Majma'" menjelaskan,

"Bagi ahli zuhud yang cocok adalah makanan, minuman, dan pakaian yang kasar; yang cocok bagi ahli makrifat adalah setiap bahan yang halus. Dan, menempatkan manusia sesuai dengan tempatnya itu termasuk sunnatullah, agar masing­masing tidak melewati perjalanannya."

Atau, (mereka disebut ahli tasawuf) karena mereka berada pada saf awal di Al-Hadrah Al-Ahadiyah (fase tertinggi dari maqam ruh).


Lafadz tasawuf terdiri dari 4 huruf, yaitu Ta', Shad, Waw dan Fa'. Huruf  Ta' diambil dari kata at-taubah atau tobat. Tobat sendiri terbagi dua, yaitu tobat lahir dan tobat batin. Tobat lahir adalah manusia kembali dengan seluruh badan lahiriahnya dari dosa dan sifat tercela kepada perbuatan taat, dan dari menentang perintah Allah SWT kepada ketundukan, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Adapun tobat batiniah ialah kembalinya seseorang dengan segala potensi batinnya dari segala pertentangan batiniah pada ketundukan batiniah yakni dengan selalu membersihkan kalbu. Bila telah berhasil menggantikan sifat tercela dengan sifat terpuji, maka seorang salik telah mencapai maqam huruf  Ta' ini. 



Adapun huruf Shad diambil dari kata Shafa' yang artinya bersih. Bersih terbagi dua, bersih kalbu dan bersih rasa (sirri). Bersih kalbu ialah ketika seorang salik membersihkan kalbunya dari kotoran sifat manusiawi seperti syahwat yang didorong oleh kalbu. Contohnya, banyak makan, minum, tidur dan berbicara; menyenangi hal-hal yang duniawi, seperti usaha yang berlebihan, bersetubuh yang berlebihan; juga berlebihan dalam mencintai anak-anak dan keluarga dan berlebih-Iebihannya hawa nafsu lainnya yang dilarang. Untuk membersihkan kalbu dari sifat-sifat seperti itu, hanya dapat dilakukan dengan me-mulazamah-kan dzikir melalui talqin. Awalnya, dzikir dilakukan dengan jahr bagi pemula, hingga kelak (tanpa huruf dan suara ketika) mencapai maqam hakikat. Sebagaimana firman Allah SWT,

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah kalbu mereka." (QS. Al-Anfal [8]: 2) 

Artinya, kalbu mereka takut kepada Allah SWT. Rasa takut kepada Allah SWT ini, hanya tumbuh di dalam kalbu yang telah bangun dari kelalaian, dan telah dibersihkan. Bila kalbu telah dibersihkan, akan terukir di dalamnya gambaran gaib dari kebaikan maupun keburukan. Nabi SAW bersabda,

"Orang alim mengukir, sedangkan orang arif membersihkan." 

Adapun bersihnya rasa (sirri) ini, bisa dicapai dengan menjauhi segala sesuatu selain Allah SWT dan menjauhi dari mencintai segala sesuatu selain Allah SWT yakni dengan me-mulazamah-kan diri pada Asma Tauhid melalui lisan rasa (sirri). Bila pembersihan telah berhasil maka salik telah mencapai maqam huruf shad.
pada saf awal di Al-Hadrah Al-Ahadiyah (fase tertinggi dari maqam ruh).


Adapun huruf Waw diambil dari lafadz al-wilayah, itu merupakan hasil dari tashfiyah (pembersihan kalbu). Allah SWT berfirman,


"Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati." (QS. Yunus [10]: 62) 

Hasil dari al-wilayah ini adalah mampu berakhlak dengan akhlak Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

"Berakhlaklah kamu sekalian dengan akhlak Allah." 

Artinya, para salik dapat masuk pada sifat-sifat Allah SWT setelah menghilangkan sifat-sifat basyariyah-nya. Allah SWT berfirman dalam Hadis Qudsi,

"Bila Aku mencintai seorang hamba, maka Aku akan menjadi pendengarannya, penglihatannya, lidahnya, tangannya dan kakinya. Maka oleh-Ku dia mendertgar, oleh-Ku dia melihat, oleh­Ku dia bicara, oleh-Ku dia marah dan oleh-Ku dia berjalan."

Wahai saudara-saudaraku, bersihkan dirimu dari selain Allah tabaraka wa ta'ala. Sebagaimana firman Allah SWT,

"Katakanlah, 'Yang haq telah datang dan yang batil telah lenyap.' Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS. Al-Isra' [17]: 81) . 

Bila seseorang telah mencapai sifat ini, maka berarti dia telah mencapai maqam huruf Waw.



Huruf Fa' diambil dari lafadz al-fana', artinya peleburan diri pada Allah SWT. Jika seorang salik telah meleburkan sifat basyariyah­nya, maka yang ada hanya sifat ahad iyah. Sifat ahadiyah adalah sifat Allah SWT yang tidak akan sirna, rusak atau hilang. Oleh karena itu, seorang hamba Yang telah fana dengan Tuhannya, berarti dia pun kekal dengan Tu,annya dan keridhaan-Nya. Akhirnya, kalbu yang sudah fana akan kekal beserta rasa (sirri) yang kekal dan pandangannya (pada Allah) yang kekal. Allah SWT berfirman,

"Tiap-tiap sesuatu f/(lsti binasa kecuali Allah." (QS. Al-Qashash [28]: 88) 

Ahli Tasawuf menakwilkan ayat ini bahwa yang dimaksud dengan wajhullah adalah ridha Allah SWT. Artinya, segala amal saleh yang dihadapkan pada Allah SWT untuk mendapatkan ridha­Nya. Sesuai konsep fana di atas, maka ayat tersebut menegaskan bahwa antara yang meridhai dan yang diridhai sama-sama kekal.




Hasil daripada amal saleh di tingkat Fa' ini adalah hidupnya AI­Insan AI-Haqiqi atau yang disebut dengan Thiflul Ma'ani. Allah SWT berfirman,

"Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan dia akan mengangkatnya." (QS. Fathir [35]: 10)

Setiap amal yang ditujukan kepada selain Allah SWT -yang itu berarti mempunyai persekutuan-maka akan hancur dan sia-sia bagi yang melakukannya. Bila fana telah sempurna, maka hasilnya adalah baqa', artinya abadi di Alam AI-Qurbah. Allah SWT berfirman, 

"Di tempat yang disenangi (maq'adi shidqin) di sisi Tuhan Yang Mahakuasa." (QS. AI-Qamar [54]: 55) 

Itulah maqam para nabi dan para wali di Alam Lahut. Allah SWT berfirman,

"Dan bersamalah orang-orang yang benar {ash-shiddiqun)." (QS. At-Taubah [9]: 119) 

Jika dzat yang bersifat baru (hadfts) itu menyatu dengan Dzat yang bersifat qadim, maka tidak akan lagi ada wujud. Seorang ahli syair berkata,
"Sifat Dzat dan Afal akan datang seluruhnya menjadi qadim dan terjaga dari hilang." 

Bila fana ini telah sempurna maka dia menjadi seorang sufi, bersih, dan bersama Allah SWT, selamanya. Allah SWT berfirman,

"Mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya." (QS. AI­ Baqarah [2]: 82) 

"Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah [2]: 249)[]




PENJELASAN TENTANG TOBAT DAN TALQIN

AL ALAMUL IMAN | PENJELASAN TENTANG TOBAT DAN TALQIN



Ketahuilah bahwa martabat-martabat yang telah dijelaskan dalam Pasal 4 itu, tidak akan diperoleh kecuali dengan tobat yang sebenar­ benarnya dan menerima talqin dari ahlinya. Allah SWT berfirman,

"Dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa." (QS. AI-Fath [48]: 26) 

Maksud dari kalimat takwa pada ayat di atas ialah kalimat La Ilaha Illallah. Kalimat takwa inilah yang dimaksud dengan talqin. Kalimat talqin ini bisa diambil dengan syarat dari orang yang kalbunya bertakwa sempurna dan suci dari segala sesuatu selain Allah SWT. Jadi, bukan sekadar kalimat La llaha Illallah yang diambil dari mulut orang awam. Meski lafadznya sama, tetapi bobotnya berbeda. Bibit Tauhid yang hidup tentu saja diambil dari kalbu yang hidup, sehingga bibitnya berkualitas. Sedangkan, bibit yang tidak berkualitas tidak akan dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, kalimat tauhid yang diturunkan dalam Al-Qur'an memiliki dua makna. Pertama, kalimat tauhid, La Ilaha Illallah yang memiliki makna lahir saja. Seperti dalam firman Allah SWT,

"Apabila dikatakan kepada mereka, La Ilaha Illallah mereka me­nyombongkan diri." (QS. Ash-shaffat [37]: 35) 

Kalimat La Ilaha Illallah yang dimaksud dalam ayat ini merupakan hak bagi orang awam. Kedua, kalimat tauhid, La Ilaha Illallah, yang disertai dengan ilmu hakikat. Allah SWT berfirman,

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi (dosa) orang­orang mukmin, lelaki dan perempuan." (QS. Muhammad [47]: 19)

Ayat ini menjadi Sababun Nuzul bagi adanya talqin dzikir untuk orang-orang khusus yang ingin wushUl kepada Allah SWT.




Sebagaimana yang diungkapkan pengarang Kitab "Bustan Asy­Syari'ah",

"Orang yang pertama kali menginginkan jalan terdekat kepada Allah, terunggul, tetapi termudah melalui Nabi SAW ialah Ali bin Abi Thalib RA. Ketika Sayyidina Ali RA meminta, Rasulullah tidak.langsung menjawab tetapi menunggu wahyu. Maka, datanglah jibril dan menalqinkan kalimat La llaha Illallah 3 kali dan Nabi mengucapkannya tiga kali. Selanjutnya, Nabi SAW mengucapkan seperti yang diucapkan jibril. Kemudian menalqin Ali, lalu mendatangi para Sahabat dan menalqin para Sahabat secara berjamaah."


Nabi SAW bersabda,

"Kita telah kembali dari perang kecil menuju perang besar yakni perang melawan hawa nafsu." (HR. AI-Baihaqi) 

Rasulullah SAW juga bersabda,

"Musuhmu yang paling utama ialah nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu." (HR. AI-Baihaqi)


Dan, mahabbah kepada Allah SWT itu tidak akan tercapai, kecuali setelah engkau melumpuhkan musuh-musuh yang ada di dalam wujudmu. Seperti halnya, nafsu amarah, nafsu lawamah, dan nafsu mulhamah. Setelah terlumpuhkan maka bersihlah dirimu dari sifat­sifat bahimiyah (binatang jinak) yang tercela, seperti mencintai banyak makan, minum, tidur dan bercanda yang berlebihan. Bersih juga dirimu dari sifat-sifat sabu'iyyah (binatang buas), seperti marah, mencaci, memukul, memaksa. Juga, bersih dari sifat syaitaniyah (sifat-sifat setan), seperti sombong, ujub, hasad, dengki, dendam, dan dari sifat-sifat badan dan kalbu yang tercela lainnya.


Perumpamaan orang yang tobat dari dosa lahiriah saja adalah seperti orang yang memotong rumput tapi hanya di batangnya saja. Dia tidak mau berusaha mencabut dari akarnya. Maka, pasti nantinya akan tumbuh kembali, bahkan lebih lebat dari sebelumnya. Berbeda dengan orang yang bertobat secara sung­guh-sungguh dari dosa akhlak-akhlak buruk. Ia seperti orang yang mencabut rumput hingga akar-akarnya. Maka, dapat dipastikan ia tidak akan tumbuh lagi, kalaupun ada itu termasuk kasus yang langka. Adapun posisi talqin di sini (sebagaimana orang memotong rumput) adalah alat untuk "memotong" segala sesuatu selain Allah SWT dari kalbu orang yang di-talqin. Seperti yang kita ketahui, orang yang tidak mau "memotong" "pohon pahit" (tidak mau menempuh perjalanan pahit) tidak akan merasakan "pohon manis". Berpikirlah, wahai manusia yang memiliki pandangan kalbu. Semoga engkau berbahagia (dan wushUl kepada Allah). Allah SWT berfirman, 

"Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan." (QS. Asy-SyUra [42]: 25) 
Allah SWT juga berfirman, 

"Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh maka kesalahan mereka diganti oleh Allah dengan kebaikan." (QS. AI-Furqan [25]: 70)



Tobat pun pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu tobatnya orang awam (taubat al-'amm) dan tobatnya orang khawwash (taubat al-khash). Taubat al-'amm adalah berhentinya seorang hamba dari berbuat dosa kembali menjalankan ketaatan; dari sifat tercela kepada sifat terpuji; dari jalan neraka ke jalan surga; dari mengikuti kemauan jasad kembali melatih diri dengan dzikir dan melakukan perjalanan 'ubudiyah sekuat-kuatnya.

Adapun taubat al-khash adalah tobatnya seorang hamba setelah mampu menjalani taubat al-'amm. Yakni tobat dengan meninggalkan amal-amal baik ke amal-amal tingkat makrifat; meninggalkan amalan derajat kepada amalan al-qurbah; dari kenikmatan jismani kepada kenikmatan ruhani. Inti dari tobat ini adalah fokus untuk meninggalkan sesuatu selain Allah SWT; fokus agar bisa bermesra-mesraan (unsiyah) dengan Allah SWT dan melihat Allah SWT dengan pandangan yakin. 

Semua hal yang ditinggalkan tadi adalah kasbul wujud (ainalan­amalan jismani). Sedangkan, bagi orang-orang yang ingin wushu I pada Allah SWT, kasbul wujud adalah termasuk dosa. Sebagaimana disebutkan dalam Hadis Qudsi: 

"Keberadaanmu itu adalah dosa yang tidak bisa dibandingkan dengan dosa apapun." 

Oleh karena itu, janganlah menambah lagi dengan dosa yang lain. Para sufi besar berkata,

"Segala kebaikan manusia di kelas al-abrar adalah keburukan di kelas orang-orang yang ahli qurbah." 

Makanya, Nabi SAW selalu beristigfar setiap hari 100 kali. Allah SWT berfirman,

"Mohon ampunlah atas dosamu." (QS. Muhammad [47]: 19) 

Yang dimaksud dengan dosamu pada ayat di atas adalah dosa karena keberadaanmu. Tobat di tingkat inilah yang disebut inabah (kembali), karena hakikat inabah adalah kembali dari selain Allah SWT kepada Allah SWT dan meniti tangga al-qurbah menuju alam terakhir (Alam Lahut) untuk melihat Dzat Allah SWT.





Nabi SAW bersabda,

"Sesungguhnya, Allah mempunyai hamba-hamba yang jasadnya di bumi dan kalbunya di bawah 'Arasy." 

Adapun melihat kepada Allah SWT (ru'yatullah) di dunia tidak akan berhasil. Yang dapat dilihat di dunia adalah sifat-sifat Allah SWT dari cermin kalbu. Sayyidina Umar bin AI-Khaththab berkata,

"Kalbuku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku." 

Kalbu manusia akan melihat pantulan jamalullah dari cermin kalbunya. Sebagaimana ungkapan pengarang, "AI-Mirshad",

Semua hati laksana bunga yang sedang berkembang 



Semua jiwa seperti barisan burung yang terbang bebas





Musyahadah seperti yang digambarkan Umar bin Al-Khaththab itu, tidak dapat dicapai kecuali melalui talqin dari seorang Syekh yang telah wushUl kepada Allah SWT dan dia diterima. Juga termasuk dari "As-Sabiqin" yang mana mereka ditempatkan di bumi untuk menyempurnakan orang yang masih kurang (naqishin), dengan perintah Allah SWT melalui Nabi SAW. Adapun para wali, diutus Allah SWT kepada orang-orang tertentu (al-khawwash) bukan kepada orang awam. Sedangkan, Nabi SAW diutus kepada orang­orang awam sekaligus orang-orang khusus (al-khawwash) dengan membawa syariat sendiri dari Allah SWT.



Adapun Wali Mursyid diutus bagi orang khusus (al-khawwash) saja, tapi tidak membawa syariat sendiri. Sehingga ia tidak bisa menjalankan tugasnya kecuali dengan mengikuti syariat Nabi SAW. Jadi, kalau seorang wali mengaku membawa syariat sendiri, maka kufurlah ia. Nabi SAW bahkan mengumpamakan para ulama dari umatnya sejajar dengan para nabi dari Bani Israil. Hal itu karena, para nabi Bani Israil mengikuti syariat nabi yang diutus yaitu Musa AS. Bahkan, para ulama dari umat N abi SAW melakukan perubahan yang sifatnya penguatan-penguatan dalam masalah hukum, tanpa harus membuat syariat baru. 

Begitu pula ulama umat Nabi Muhammad SAW dari kalangan para wali. Mereka diutus kepada orang-orang khusus (al-khawwash) untuk menghidupkan kembali perintah-perintah agama, larangan­larangannya, menguatkan amal ibadah dan membersihkan ahli syariat (dari dosa-dosa akhlak buruk). Fokusnya adalah kalbu sebagai tempat makrifat. Para wali memberitahu orang lain dengan ilmu dari Nabi SAW, seperti Ash-habus-Suffah yang sudah berbicara tentang rahasia Mikraj sebelum Nabi SAW memberitahu.

Adapun wali adalah pengemban wilayah kenabian yang merupakan bagian dari kenabian. Sedangkan, batinnya adalah amanah bagi dia. Dan, yang dimaksud dengan waratsatul anbiya' bukan hanya sekadar ulama yang memiliki ilmu lahir. Walaupun ilmu lahir adalah warisan Nabi SAW, tetapi ia sederajat dengan Dzawil Arnam dalam ilmu waris. Sedangkan, yang dimaksud dengan Pewaris Sempurna sederajat dengan anak kandung dalam ilmu waris dan anak kandung adalah asabah terdekat. Anak kandung adalah rahasia ayah, lahir maupun batin. Nabi SAW bersabda,

"Ada ilmu yang seperti tiram (tersembunyi). Hanya orang-orang yang mengenal Allah yang mengetahuinya. Bila mereka berbicara, tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang bodoh." (HR. Ad-Dailami)

Inilah sirri yang dititipkan pada kalbu Nabi Muhammad SAW saat Mikraj yakni di dalam batinnya yang terdalam yang terdiri dari 30 ribu lapisan. Nabi SAW tidak memberikan sirri itu kepada orang awam, tetapi hanya diberikan kepada Sahabat-sahabat yang terdekat dan Ash-habus Suffah. Mereka adalah orang-orang yang diridhai Allah SWT dan semoga Allah SWT memberikan manfaat kepada kita dengan keberkahan mereka dan memenuhi kita dengan kebajikan dari kebaikan mereka, amin. Dengan barakah sirri tersebut, syariat pun dapat tegak hingga Hari Kiamat. Dan, hanya ilmu batin saja yang menunjukkan sirri itu, sedangkan semua ilmu dan pengetahuan lahir adalah kulit dari sirri tadi.


Adapun ulama lahiriah, mereka adalah pewaris Nabi SAW yang posisinya sama dengan Ash-habul Fuffidh. Sebagian posisinya sama dengan 'ashabah, dan sebagiannya lagi sama dengan dzawil arham dalam ilmu waris. Mereka mewakili penyebaran ilmu-ilmu yang bersifat kulit untuk berdakwah di jalan Allah SWT dengan nasihat yang baik.



Adapun para Syekh dari Ahlu Sunnah-yang memiliki silsilah hingga pada Ali bin Abi Thalib-, mereka mengemban sumber dari berbagai ilmu untuk berdakwah di jalan Allah SWT dengan hikmah. Pendapat mereka tentang akidah adalah satu, sedangkan dalam masalah cabang berbeda-beda. Sebagaimana firman Allah SWT,

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang, baik." (QS. An-NahI (16): 125) 

Tiga unsur dakwah yang terkandung pada ayat di atas (hikmah, pelajaran yang baik, dan berbantah dengan cara yang baik), terkumpul dalam diri Nabi Muhammad SAW. Tidak ada satu pun orang yang memiliki ketiga unsur itu secara keseluruhan selain beliau. Oleh karena itu, ilmu dibagi tiga (tiap orang memiliki peran
masing-masing di dalamnya). Pertama, Ilmu Hal (ilmu perilaku) yang merupakan pusatnya ilmu yang diberikan kepada rijalullah., Semangat para rijalullah adalah dengan ilmu tersebut. Nabi SAW bersabda,

"Semangat rijalullah mampu mencabut gunung." 

Adapun yang dimaksud dengan mencabut gunung adalah mencabut kerasnya kalbu. Sifat kerasnya kalbu akan hancur dengan doa dan tadharru' mereka. Allah SWT berfirman, 

"Dan barangsiapa yang diberi hikmah maka sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak." (QS. Al-Baqarah (2): 269) 

Kedua, adalah ilmu yang merupakan kulit dari sumber ilmu tadi. Ilmu ini diberikan kepada ulama lahir. Cara penyampaian ilmu tersebut adalah dengan nasihat baik (mau'izhah hasanah). 
Rasulullah SAW bersabda,

"Orang alim memberi nasihat dengan ilmu dan adab. Sedangkan, orang bodoh memberi nasihat dengan pukulan dan marah." 

Ketiga, adalah ilmu yang merupakan kulitnya kulit. Ilmu ini diberikan kepada negarawan dalam bentuk sikap adil dalam memerintah. Allah SWT berfirman,

"Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS. An-NahI [16]: 125) 


Umara memiliki kemampuan memaksa dan mereka mampu menjadi penjaga aturan agama. Mereka adalah seumpama kulit hijau dari buah pala. Adapun ulama lahir adalah ibarat kulit pala yang berwarna merah (setelah kulit hijau dikupas). Sedangkan ilmunya ulama batin adalah substansi dari al-maqshud, seperti dagingnya pohon. Ini merupakan intinya. Oleh karena itu, Nabi SAW bersabda,

"Bergaullah dengan para ulama dan mendengar nasihat-nasihat para hukama karena dengan cahaya hikmah, Allah SWT meng­hidupkan kalbu yang mati sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan." (HR. AI-Haitsami) 

Rasulullah SAW bersabda,

"Satu kalimat mengandung hikmah merupakan sesuatu yang hilang dari ahli hikmah. Ia akan mengambilnya bila mene­mukannya." (HR. At- Turmudzi) 




Adapun kalimat yang keluar dari lidah orang awam itu turun dari LauhuI Mahfudz. LauhuI Mahfudz adalah Alam ]abarut; ini termasuk dalam kategori "derajat". Sedangkan, kalimat-kalimat yang keluar dari rijalullah (orang-orang yang wushU/) turun dari LauhuI Akbar dengan lisan al-qudsi tanpa perantara dari Alam AI­Qurbah.

Segala sesuatu itu harus dikembalikan kepada asalnya. Oleh karena itu, hukum mengambil talqin untuk menghidupkan kalbu adalah wajib. Nabi SAW bersabda,

"Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah." (HR. Ibnu Majah) 

Adapun yang dimaksud dengan ilmu pada hadis tersebut adalah Ilmu Makrifat dan Ilmu AI-Qurbah. Adapun ilmu-ilmu selain itu, yakni yang bersifat lahiriah, diperlukan untuk melakukan ibadah-ibadah fardhu saja. Al-Ghazali berkata,

"Hidupnya kalbu adalah dengan ilmu maka galilah # 

Matinya kalbu adalah karena kebodohan makajauhilah. 
Tujuan terbaikmu adalah takwa maka berbekal/ah dengannya # 
Cukup bagimu apa yang kunasihatkan ini maka jadikanlah ia sebagai nasihat." 


Sebagaimana firman Allah SWT;

"Karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS. AI­Baqarah [2]: 197) 

Berdasarkan ayat di atas, maka maksud dari ridha Allah SWT adalah Dia membawa hamba-Nya ke Alam AI-Qurbah tanpa me­ngembalikannya lagi kepada derajat atau surga. Allah SWT ber­firman, 

"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." (QS. Asy-Syura [42]: 23) 

Menurut salah satu pendapat, kata al-qurba pada ayat tersebut bermakna Alam AI-Qurbah.[]



Menjelaskan Tentang Macam - Macam Ilmu

Al Alamul Iman : Menjelaskan Tentang Macam - Macam Ilmu



Ilmu lahir ada 12 macam. Ilmu batin pun 12 macam. Semua ilmu itu kemudian dibagi menurut kadar kemampuannya untuk golongan umum, golongan khusus, dan golongan paling khusus. Namun, semua ilmu itu pada dasarnya terbagi menjadi empat bagian. Pertama, ilmu lahiriah yakni syariat, yaitu ilmu tentang perintah dan larangan serta hukum-hukum lainnya. Kedua, batiniah syariat yang disebut ilmu tarekat. Ketiga, batiniah tarekat yang disebut ilmu makrifat. Keempat, batiniah batin atau disebut ilmu hakikat. Seluruh manusia diharuskan menguasai keempat ilmu tadi. Rasulullah SAW bersabda,

"Syariat bagaikan pohon, tarekat bagaikan cabangnya; makrifat bagaikan daunnya dan hakikat adalah buahnya." 

Al-Quran telah mencakup keempat bagian ilmu tersebut, baik di dalam lafadznya yang jelas maupun dalam bentuk isyarat, baik itu tafsir maupun takwiL Pengarang kitab "AI­Majma'" berkata, "Tafsir itu bagi orang awam, sedangkan takwil bagi orang-orang yang khusus karena mereka adalah ulama yang rusukh." Rusukh ialah kuat, kokoh dan teguh dalam mengemban ilmu seperti pohon kurma; akarnya menancap kuat di dalam tanah dan cabangnya menjulang ke langit. Sifat rusukh ini merupakan hasil dari me-mulazamah­kan kalimat thayyibah yang ditanam dalam lubuk kalbu setelah ia dibersihkan.






,

Bukti ketinggian martabat ulama rasikhfn adalah ayat Al-Quran yang mencantumkan lafadz rasikhun yang di-athaf-kan pada lafaz

jaUilah (QS. Ali Imran [3]: 7). Ini menurut salah satu pendapat.

Pengarang kitab "At-Tafsir AI-Kabir" berkata,

"Bila pintu (rusukh) ini telah terbuka, maka akan terbukalah segala yang paling batin."

Yang perlu diingat, setiap hamba diperintahkan untuk men­

jalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan serta melawan hawa nafsunya di setiap tingkatan keempat ilmu ini (syariat, tarekat, makrifat dan hakikat).




,

Bukti ketinggian martabat ulama rasikhfn adalah ayat Al-Quran yang mencantumkan lafadz rasikhun yang di-athaf-kan pada lafaz

jaUilah (QS. Ali Imran [3]: 7). Ini menurut salah satu pendapat.

Pengarang kitab "At-Tafsir AI-Kabir" berkata,

"Bila pintu (rusukh) ini telah terbuka, maka akan terbukalah segala yang paling batin."

Yang perlu diingat, setiap hamba diperintahkan untuk men­

jalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan serta melawan hawa nafsunya di setiap tingkatan keempat ilmu ini (syariat, tarekat, makrifat dan hakikat).



       Di tingkatan syariat hamba akan digoda oleh hawa nafsu untuk melakukan hal-hal yang berlawanan dengan syariat. Sedangkan, di tingkatan tarekat, godaan datang berupa dorongan hawa nafsu yang kelihatannya sejalan dengan syariat tapi menipu, seperti mengaku nabi dan wali. Sedangkan, di tingkatan makrifat godaan datang melalui syirik yang samar dari bangsa cahaya, seperti pengakuan men~adi tuhan. Allah SWT berfirman, 


"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya." (QS. AI-Furqan [45]: 23) 
Adapun di tingkatan hakikat, setan, nafsu, dan malaikat tidak dapat memasukinya. Sebab, selain Allah SWT, semua dzat yang , berada di situ akan terbakar hangus. Jibril a.s. berkata,

"Kalau aku memasukkan ujungjariku ke alam ini, maka hanguslah 

Manusia yang telah mencapai tingkatan hakikat ini berarti dia selamat dari perseteruan dengan setan dan hawa nafsu. Dan, dia menjadi hamba yang ikhlas (mukhlis). Sebagaimana firman Allah SWT,


"Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka." (QS. shad [38]: 82-83) 

Orang yang tidak mampu mencapai ilmu hakikat, tidak akan menjadi hamba yang ikhlas. Sebab, Tajalli Dzat tidak akan tercapai selama sifat-sifat basyariyah ghairiyah-nya (sifat manusiawi selain Allah) tidak hancur. Dan, Makrifat Dzat tidak akan tercapai kecuali setelah kebodohan hilang. Ketika orang sudah Makrifat Dzat, Allah SWT akan memberi ilmu-Nya tanpa perantara yaitu Ilmu Ladunni. Maka dia akan mengenal Allah SWT karena diperkenalkan Allah dan beribadah kepada Allah dengan ajaran langsung dari Allah SWT, seperti halnya Nabi Khidhir AS. Di alam hakikat ini, seseorang akan menyaksikan berbagai Ruh Al-Qudsi dan dia akan mengenal nabinya (Muhammad SAW) secara hakiki. Maka pada saat itu, berkumpullah ruh terakhir orang itu (Ruh Jismani) dengan ruh permulaannya (Ruh Al-Qudsi) dan seluruh nabi menyampaikan kabar gembira bahwa ia akan wushul selamanya pada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah,

"Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS. An-Nisa' [4]:69)


Manusia yang tidak mencapai tingkat ilmu hakikat ini, dia tidak dikatatakan alim.Walaupun ia telah membaca dan menguasai sejuta kitab. sebab , derajat ruhaniyah belom sampai.


Amal ibadah Ruh Jismani dengan ilmu-ilmu lahir ini pahalanya hanya surga. Di wilayah ini Ruh Jismani akan ditampakkan sifat­sifat yang kontradiktif (orang yang beribadah akan masuk surga; sebaliknya orang yang tidak beribadah akan masuk neraka). Sedangkan untuk masuk ke Haram Al-Qudsiyah dan dekat dengan Allah, tidak cukup dengan ilmu lahir saja. Hal itu karena, ia adalah alam "terbangnya Al-Insan AI-Haqiqi" dan terbang itu harus menggunakan dua sayap (ilmu lahir dan ilmu batin). Oleh karena itu, hanya hamba yang menguasai ilmu lahir dan ilmu batin saja yang akan sampai ke alam al-qurbah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Hadis Qudsi,

"Wahai hamba-Ku, bila engkau ingin masuk ke Haram-Ku (Haram Al-Qudsiyah), maka engkau jangan tergoda oleh Alam Mulki, Alam Malakut, dan Alam jabarut; karena Alam Mulki adalah setan bagi orang alim; Alam Malakut itu setan bagi orang arif; dan Alam jabarut itu setan bagi orang yang akan masuk ke Alam Al-Qudsiyah. Orang yang tergoda oleh salah satunya, dia akan ditolak oleh Allah." 

Artinya, dia tidak bisa masuk ke lingkungan Alam AI-Qurbah, bukan ditolak untuk masuk surga. Meskipun mereka menginginkan sampai pada Alam AI-Qurbah, mereka tidak akan bisa. Sebab, mereka menginginkan sesuatu yang tidak boleh dan mereka hanya memiliki satu sayap saja (ilmu lahir).


Sedangkan, orang yang mencapai Alam AI-Qurbah telah sampai pada tahap sempurna (dia memiliki dua sayap, ilmu lahir dan ilmu batin). Dia mendapatkan surga yang tidak bisa tergambarkan oleh mata, tak pernah terdengar (keadaannya) oleh telinga, dan tidak pernah terbetik dalam kalbu manusia. Itulah Surga AI­Qurbah. Di dalamnya tidak ada bidadari, istana, madu atau susu (kenikmatannya adalah melihat Dzat Allah SWT saja). Oleh sebab itu, semua manusia harus tahu kadar dirinya dan jangan sampai mengakui maqam yang bukan haknya. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah berkata, 

"Allah menyayangi orang-orang yang mengetahui kadar dirinya dan, tidak mengakui maqam melebihi batas perjalanan ruhnya; me,yaga lisannya dan tidak menyia-nyiakan umurnya."



Nabi Isa AS., bersabda,

"Manusia tidak akan mampu masuk ke malakutnya langit, kecuali telah dilahirkan dua kali seperti burung yang dilahirkan dua kali."

(Pertama, keluar telur dari induknya. Kedua, menetas dari telurnya. Begitu pula manusia, pertama lahir dari ibunya. Kedua, lahir kembali sebagai Thiflul Ma'ani dari dirinya). Yang dimaksud dengan kelahiran kedua pada manusia adalah lahirnya Thiflul Ma'ani dari sirri-nya yang merupakan hasil kemampuan manusiawi dalam mengolah Al-Insan AI-Haqiqi. Thiflul Ma'ani ini eksistensi dan ilmu-ilmunya muncul setelah berkumpulnya cahaya ilmu syariat dan ilmu hakikat. Ini seperti halnya bayi, ia tidak akan lahir kecuali setelah bertemunya sperma dan ovum dari lelaki dan perempuan. Sebagaimana firman Allah SWT,

"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur." 
(QS. Al-Insan [76]: 2) 

Jika Thiflul Ma'ani telah lahir, maka dia akan melintasi lautan makhluk menuju puncak hakikat, hingga semua alam di sekitar Alam Ruh akan terasa bagai setetes air di lautan. Bila manusia telah sampai di alam ini, dia akan menerima Ilmu Ruhani dan Ilmu Ladunni, tanpa huruf dan suara.